Noak.id, Belajar itu tidak gratis – Ada harga yang harus di bayar dalam setiap ilmu yang kita inginkan, memang setiap orang mempunyai pengorbanannya masing-masing. Walaupun belajar gratis tetap aja ada perjuangan yang harus di bayar mulai dari berjuang menuju tempat menimba ilmu ataupun yang lainnya.
Dilema memang, terkadang pendidikan gratis terkadang menjadi momok yang di pandang sebelah mata, karena kata-kata gratis kebanyakan menyamakan dengan kualitas yang rendah.
Ni ada cerita yang inspiratif dari salah satu penulis (FB: Achi-tim Penulis), simak yuk
Di tahun 2009, saya membuka kelas menulis di TBM Rumah Pena saya. GRATIS! Saya promosi kemana-mana, menunggu ada yang daftar, nihil hasilnya. Tak seorang pun mau mendaftar.
Lalu saya buat brosur dan desain promosi lagi, kali ini berbayar 15 ribu. Yang daftar hanya 1 orang. Lalu saya naikkan lagi jadi 50 ribu. Ada 5 orang yang daftar. Waw! Jadi ternyata tidak semua orang suka belajar gratis. Mungkin mereka berpikir, yang gratisan itu tidak berkualitas. Okelah, semangat mengajar dalam kelas menulis perdana saya.
Kemudian di tahun 2010, mulailah berdatangan beberapa orang yang semangat mau belajar menulis tapi tidak punya “uang”. Saat itu harga kelas menulis saya sudah di angka 150 ribu buat pelajar dan 250 ribu buat umum, per bulan.
Karena kasihan, saya pun menggratiskan beberapa kelas menulis yang saya ampu. Menggratiskan juga kelas menulis mentor Rumah Pena lainnya (saya yang full bayar mentor lain pakai uang pribadi). Saya juga gratiskan satu dua orang sampai benar-benar skenarionya bisa nembus ke PH. Tapi apa yang saya dan suami dapat? Kami dikhianati. Panjang lah ceritanya, intinya sudah dikhianati kami dijelek-jelekkan juga di status fbnya, Twitter dan lain sebagainya.
Sakit hati tentu. Usia saya saat itu baru 25 tahun. Punya anak 1, sedang produktif menulis serta membangun komunitas di tahun 2011. Pada tahun yang sama juga, beberapa orang minta saya mengomentari cerpen mereka. Saat saya berikan masukan secara detail, besoknya orang itu menghilang, ngga muncul lagi, bahkan jelek-jelekin saya di belakang. Orang itu tidak terima naskahnya saya “bantai” dia hanya ingin naskahnya dipuji.
Sungguh saya trauma banget
Singkat cerita, saya mengalami berbagai penerimaan. Tapi satu hal yang saya garis bawahi : saya tidak mau membantu orang lain, secara gratisan, untuk belajar menulis. Big No meski dia berasal dari keluarga susah atau apalah. Karena yang terjadi seringkali sudah sukses lalu saya ditendang bahkan diinjak.
Duluu suka nangis dan meratap. Sampai akhirnya sadar ah ini kehendak Allah. Saya hanya perpanjangan tangan-Nya agar si Fulan bisa sukses dan meraih rejekinya. Saya yang lemah iman, belajar ikhlas dan sungguh belajar ikhlas itu tidak mudah.
Akhirnya saya membuat rule. Saya hanya memberikan kelas gratis bagi yang memang membutuhkan seperti kelas untuk rumah yatim, untuk ibu-ibu paud, untuk kegiatan sosial lainnya tapi sifatnya hanya sebagai narasumber dan sudah disepakati di awal tidak ada honor/tidak dibayar sehingga saya bisa alokasikan waktu tenaga dan uang buat beli bensin pergi ke lokasi kegiatan. Tentu saja tidak semua saya gratiskan, sering juga minta uang bensin karena saya sendiri saat sedang tidak punya uang untuk ke lokasi kegiatan.
Tapi untuk dimintai masukan cerpen atau novel secara gratisan saya sudah big no. Maaf bukan sombong, pengalaman-pengalaman di atas sudah cukup menyakitkan dan saya bukan malaikat tanpa sakit hati. Pun masih berusaha jadi orang ikhlas. Jadi saya sedekah ilmu pun yang seikhlas saya. Ada masa masa di mana saya kasih masukan cerpen gratis untuk teman teman dekat saja. Karena saya tahu karakter mereka.
Tidak semua orang bisa menerima saran dan kritik. Ketika mereka menyodorkan naskah dan minta diperiksa, kita tidak tahu sekuat apa mental mereka menerima masukan. Apakah sungguh naskahnya ingin dibedah atau hanya sekedar ingin mendapat pengakuan dan pujian semata?
Dan
Membaca naskah lalu membedahnya, itu butuh proses dan komitmen. Butuh waktu juga. Saya seorang ibu, seorang istri, seorang penulis juga, mentor kelas menulis juga. Buat membaca novel saja saya susah payah, buat nulis juga melawan rasa kantuk, ditambah baca naskah anak kursus berbayar.
Jika saya memberikan masukan naskah untuk orang lain secara gratisan, rasanya tidak adil kepada mereka yang bekerja keras dan menabung untuk bisa ikut kelas menulis saya dan mendapatkan bimbingan dari saya.
Jika tidak mampu ikut kelas privat, bisa ikut kelas rombongan yang lebih murah, atau ikut kelas kelas lain yang diadakan komunitas lain yang mengundang saya sebagai mentor.
Pengalaman membuktikan, yang gratisan itu sering tidak dihargai karena tidak ada perjuangan di dalamnya. Berapa banyak murid saya yang menabung berbulan bulan untuk bisa ikut kelas saya? Banyak sekali. Berapa banyak yang mencicil? Banyak sekali. Saya selalu memberikan pelayanan semaksimal mungkin dan WA selalu ada untuk tanya jawab. Uang yang mereka keluarkan adalah pengorbanan, dan tidak sedikit yang akhirnya bisa menembus penerbit mayor favorit, bisa menembus TV bahkan film.
Silahkan wa saya dan bertanya soal kepenulisan, insya Allah saya jawab. Gratis. Tapi kalau minta saya membaca novel kami secara gratis, mohon maaf saya harus adil kepada mereka yang bekerja keras untuk membayar saya agar novel mereka dibimbing oleh saya. Apalagi kalau saya tidak kenal, ketemu juga tidak pernah, chatting berteman saja tidak, kirim-kirim kue apalagi tahu-tahu wa saya minta novelnya dibaca dan dikasih masukan.
Saya lalu wa balik :
Berikut adalah kelas bimbingan menulis Achi TM yang bisa dipilih. Mulai dari kelas hemat sampai kelas mahal.
Kok ngga gratisan sih mbak?
Boleh gratis.
Tapi kirimin saya beras plus lauk pauk, skin care, baju baru ukuran saya, cemilan, bayarin listrik, buah-buahan, obat-obatan saya, atau voucher hotel bintang 5 di puncak, biar saya bisa baca naskahmu dengan tenang tanpa diganggu bocah-bocah. Cukup hal-hal di atas, ngga usah bayar uang ngga apa-apa.
Karena saya manusia. Punya kehidupan dan harus hidup. Ngga usah ngomongin soal sedekah berbagi ilmu, sedekah ilmu saya tidak perlu diumbar di medsos.
Sumber:
Leave a Reply
View Comments